Ketentuan Cuti PNS dan PPPK
by sdmkemenkoekon · March 21, 2017
Dasar
Hukum
- Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
- Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020;
- Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja
- Peraturan BKN
Nomor 24 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti PNS sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan BKN Nomor 7 Tahun 2021;
Cuti
merupakan salah satu hak yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk memenuhi kebutuhan
pribadi, keluarga, istirahat dari tugas rutin atau alasan lain yang diizinkan.
Cuti PNS adalah izin tidak masuk kerja dalam periode tertentu yang diberikan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). PPK ini meliputi berbagai jabatan
tinggi di tingkat pemerintahan seperti menteri di kementerian, pimpinan lembaga
pemerintah non-kementerian seperti Kepala Badan Intelijen Negara, serta
sekretaris jenderal di lembaga negara dan nonstruktural termasuk Sekretaris
Mahkamah Agung, juga gubernur dan bupati/walikota. Wewenang PPK dapat dialihkan
sebagian kepada pejabat di bawahnya untuk memberikan izin cuti, kecuali jika
diatur secara berbeda dalam peraturan yang berlaku. Untuk PNS yang ditempatkan
di lembaga di luar kementerian, izin cuti diberikan oleh pimpinan langsung
lembaga tersebut, kecuali untuk jenis cuti yang tidak dijamin oleh negara.
- Jenis Cuti
a.
Cuti Tahunan
Cuti tahunan merupakan hak setiap PNS dan PPPK untuk
istirahat setelah menjalani tugas selama satu tahun. Berdasarkan PP no. 11
tahun 2017, PNS berhak mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja dalam satu
tahun kalender. Sedangkan PPPK mendapatkan cuti tahunan sesuai dengan
perjanjian kerja, yang umumnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk
PNS.
Permintaan cuti tahunan dapat diajukan untuk minimal satu
hari kerja. Pegawai yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dan
diserahkan kepada Pejabat yang Berwenang Memberikan Cuti. Pejabat tersebut akan
memberikan cuti tahunan sesuai dengan permintaan tertulis. Jika cuti tahunan
digunakan di tempat yang sulit dijangkau, masa cuti bisa diperpanjang maksimal
12 hari kalender.
Jika hak atas cuti tahunan tidak digunakan dalam tahun yang
bersangkutan, dapat digunakan di tahun berikutnya untuk maksimal 18 hari kerja,
termasuk cuti tahunan dari tahun sebelumnya. Sisa cuti tahunan yang tidak
digunakan dalam tahun yang bersangkutan bisa digunakan di tahun berikutnya
maksimal 6 hari kerja. Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan selama 2
tahun atau lebih berturut-turut, dapat digunakan di tahun berikutnya untuk
maksimal 24 hari kerja, termasuk cuti tahunan dari tahun sekarang.
Pejabat yang Berwenang Memberikan Cuti bisa menunda
penggunaan hak atas cuti tahunan sampai satu tahun, jika ada kepentingan dinas
yang mendesak. Cuti tahunan yang ditangguhkan bisa digunakan di tahun
berikutnya selama 24 hari kerja, termasuk cuti tahunan dari tahun sekarang.
Pemberian cuti tahunan harus mempertimbangkan jumlah pegawai yang ada di unit
kerja tersebut
b.
Cuti Besar
PNS dan PPPK yang telah bekerja minimal lima tahun secara
terus menerus berhak mendapatkan cuti besar selama minimal 3 bulan
berturut-turut atau 6 bulan secara tidak berturut-turut. PNS yang menggunakan
cuti besar tidak berhak atas cuti tahunan pada tahun bersangkutan. Namun, jika
PNS telah menggunakan cuti tahunan pada tahun tersebut, hak atas cuti besar
yang bersangkutan diberikan dengan memperhitungkan cuti tahunan yang telah
digunakan. Selama cuti besar, Pegawai tetap menerima penghasilan yang terdiri dari
gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan. Cuti
besar diberikan kepada PNS dan PPPK yang memerlukan waktu lebih lama untuk
kepentingan keluarga atau alasan tertentu. Pemberian cuti besar memerlukan
persetujuan dari atasan langsung dan mempertimbangkan kebutuhan institusi.
c.
Cuti Sakit
Cuti sakit diberikan kepada PNS dan PPPK yang mengalami
sakit atau cedera yang memerlukan istirahat lebih dari 1 hari hingga 14 hari
kerja. Untuk mendapatkan cuti sakit, PNS atau PPPK harus menyertakan surat
keterangan dokter atau fasilitas kesehatan yang berwenang. Untuk sakit lebih
dari 14 hari, PNS dan PPPK harus melampirkan surat keterangan dokter
pemerintah. Cuti sakit diberikan hingga maksimal satu tahun dan dapat
diperpanjang hingga enam bulan berdasarkan kebutuhan, dengan surat keterangan
dari tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
d.
Cuti Melahirkan
Bagi PNS atau PPPK yang hamil, diberikan hak cuti melahirkan
untuk anak pertama hingga ketiga selama tiga bulan. Untuk anak keempat dan
seterusnya, PNS mendapatkan cuti besar dengan ketentuan yang sama dengan cuti
melahirkan. Besarannya adalah gaji penuh dan tetap dihitung masa kerja.
e.
Cuti Karena Alasan Penting
PNS dan PPPK memiliki hak untuk mengambil cuti karena alasan
penting dalam beberapa situasi tertentu. Ini termasuk saat salah satu anggota
keluarga inti seperti orang tua, pasangan, anak, saudara, mertua, atau menantu
mengalami sakit serius atau meninggal dunia. Juga, jika PNS perlu mengurus
hak-hak keluarga yang meninggal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, PNS dapat mengambil cuti karena alasan penting saat melangsungkan
perkawinan atau saat isterinya melahirkan atau menjalani operasi caesar. Dalam
keadaan tertentu seperti musibah kebakaran rumah atau bencana alam, atau jika
PNS ditempatkan di daerah rawan atau berbahaya, mereka juga dapat memperoleh
cuti ini. Cuti karena alasan penting biasanya tidak lebih dari satu bulan,
dengan laporan tertulis kepada pejabat yang berwenang. Selama cuti, PNS tetap
menerima penghasilan seperti gaji pokok dan tunjangan yang telah ditetapkan.
f.
Cuti Bersama
Cuti bersama adalah istilah yang merujuk pada hari libur
yang ditetapkan secara bersama-sama untuk PNS dan masyarakat umum. Presiden
memiliki kewenangan untuk menetapkan cuti bersama bagi seluruh PNS. Cuti
bersama ini, meskipun ditetapkan, tidak mengurangi hak PNS untuk mendapatkan
cuti tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keputusan mengenai cuti
bersama diambil melalui Keputusan Presiden. Cuti bersama biasanya terjadi pada
hari besar keagamaan tertentu atau hari-hari libur nasional lainnya. Pemberian
cuti bersama ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi PNS dan masyarakat
umum untuk bersantai atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan
atau kebudayaan. PNS yang karena jabatannya tidak termasuk dalam kategori yang
berhak mendapat cuti bersama akan memperoleh tambahan hak cuti tahunan sesuai
dengan jumlah cuti bersama yang tidak mereka terima. Tambahan hak cuti ini
hanya berlaku untuk tahun berjalan dan tidak dapat digunakan di tahun-tahun
berikutnya.
g.
Cuti di Luar Tanggungan Negara
Cuti di luar tanggungan negara merujuk pada jenis cuti yang
tidak disediakan oleh negara atau tidak dihitung sebagai bagian dari hak cuti
yang disediakan dalam Peraturan Pemerintah. PNS yang telah bekerja minimal 5
tahun secara terus-menerus dapat mengajukan cuti di luar tanggungan negara atas
alasan pribadi dan mendesak. Alasan tersebut mencakup mendampingi suami/isteri
yang ditugaskan atau belajar di dalam/luar negeri, serta mendampingi
suami/isteri yang bekerja di dalam/luar negeri. Selain itu, cuti di luar
tanggungan negara dapat diberikan untuk menjalani program mendapatkan
keturunan, merawat anak dengan kebutuhan khusus, atau merawat anggota keluarga
yang memerlukan perawatan khusus. Proses pengajuan cuti ini memerlukan lampiran
dokumen seperti surat penugasan atau keterangan medis sesuai dengan alasan yang
diajukan. Durasi maksimal cuti di luar tanggungan negara adalah 3 tahun, dapat
diperpanjang satu tahun jika ada alasan penting yang mendukung. Selama
menjalankan cuti tersebut, PNS tidak menerima penghasilan dan masa kerja tidak
dihitung. Setelah selesai, PNS wajib melaporkan diri kepada instansi induknya,
dengan batas waktu satu bulan setelah cuti berakhir. Proses pengaktifan kembali
PNS harus mendapat persetujuan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara atau Kantor
Regional, dengan jabatan yang kosong harus diisi sesuai prosedur yang
ditetapkan. Pemberian cuti di luar tanggungan dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan institusi serta kebijakan yang berlaku di instansi pemerintah tempat
PNS tersebut bekerja
Kesimpulan
Ketentuan
cuti bagi PNS dan PPPK diatur secara rinci yang mencakup jenis cuti, pejabat
yang memberikan cuti, tata cara permintaan dan pemberian cuti, serta ketentuan
lainnya yang harus dipatuhi oleh setiap pegawai dan atasan. Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) memiliki
perbedaan dalam hak cuti mereka. PNS, sebagai bagian dari aparatur sipil
negara, memiliki hak cuti tahunan, cuti sakit, cuti besar, cuti melahirkan,
cuti karena alasan penting, cuti bersama, dan cuti di luar tanggungan negara
untuk keperluan pribadi yang mendesak seperti tugas negara, kebutuhan keluarga,
atau keperluan medis, dengan penghasilan tetap diterima selama cuti
berlangsung. Di sisi lain, PPPK yang merupakan pegawai dengan status hukum perjanjian
kerja memiliki hak cuti yang diatur oleh perjanjian kerja bersangkutan, tidak
termasuk cuti di luar tanggungan negara dan cuti besar penghasilan selama cuti
dapat tergantung pada ketentuan kontrak. Perbedaan ini mencerminkan status
hukum berbeda antara PNS yang merupakan bagian dari struktur birokrasi negara
dan PPPK yang memiliki kontrak kerja berdasarkan perjanjian tertentu. Memahami
peraturan ini penting untuk menjaga kedisiplinan dan kelancaran operasional
instansi pemerintah serta untuk memenuhi hak-hak dan kebutuhan personal pegawai
yang bersangkutan.